Sunday, June 1, 2008

Efektifitas Bantuan Langsung Tunai Bagi Masyarakat Miskin
Rabu, 28 Mei 2008
Oleh : Tamrin Kiram, Koordinator Program Studi Non Reguler Ilmu Politik, Fisip, Unand
Bantuan tunai langsung (BLT) terhadap rakyat msikin merupakan program konkrit pemerintah dalam membantu rakyat miskin terhadap implikasi pengurangan subsidi Bahan Bahan Minyak (BBM), kenaikan harga BBM sebesar 27% mempengaharui kenaikan harga barang-barang lain yang menjadi bahan kebutuhan masyarakat, seperti kenaikan harga beras serta pangan yang lain. Bahkan di beberapa tempat kenaikan harga ini telah mendorong sebahagian masyarakat miskin untuk mengkonsumsi pangan altrernatif yang tidak layak, seperti ubi ketela. Bagi sebahagian kalangan BLT hanyalah meringankan penderitaan rakyat miskin, tetapi tidak mengentaskan kemiskinan.
Sasaran pengentasan kemiskinan oleh program BLT diohalangi oleh ketergantungan baru dari rakyat pemerintah terhadap bantuan pemerintah, disamping itu sensus penduduk tahun 2006 yang digunakan sebagai sumber data jumlah rakyat miskin yang menjadi sasaran BLT menjadi persoalan keakuratan data penyaluran dana BLT. Penyaluran dana BLT dilakukan langsung oleh Pemerintah Pusat tanpa melewati daerah Kotamadya atau Kabupaten sasaran penyaluran dana BLT tersebut, sebahagian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemkot) tidak mengetahui jumlah penerima dan sasaranan penerima dana BLT tersebut.

Pemerintah menggunakan data-data sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai sumber data penyaluran dana BLT, hasil sensus tersebut dilakukan secara periodik selama jangka waktu 5 tahun serta diperbaharui setiap tahunnya melalui perubahan margin angka 5% sebagai bentuk penyesuaian data dari perubahan sosial yang dialami penduduk. Untuk mengantisipasi data-data yang bersifat umum tersebut, maka Pemkab seperti Pemkab Pesisir Selatan di Sumatera Barat menggunakan data-data statistik internal sebagai dasar pengambilan kebijakan yang lebih realistis daripada data BPS, disampin itu terdapat juga data catatan sipil dasar pengambil kebijakan tersebut.

Dari sumberdata yang berbeda tersebut terdapat perbedaan pola dan efektifitas pemberantasan rakyat miskin antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam persoalan pemeriantasan rakyat miskin tersebut. Perbedaan tersebut terlihat dari penyaluran beras rakyat miskin (raskin) yang dilakukan oleh Dolog dan bantuan 1000 kapal boat nelayan oleh Menteri Sosial terhadap masyarakat miskin yang tinggal di daerah pesisir selatan Propinsi Sumatera Barat ini. Bantuan 1000 boat nelayan untuk nelayan miskin di kabupten ini dikeluhkan oleh Bupati Narul Abit sebagai tidak efektif, gelombang Samudera Hindia yang besar menghantam daerah pesisir ini kurang efektif membantu nelayan miskin di daerah pesisir ini.

Pemerintah dalam mengantisipasi kemiskinan masyarakat di kabupaten ini menyelenggarakan program Pengentasan Kemiskinan Keluarga Harapan (PKKH) yang merupakan program pengentasan kemiskinan terpadu yang melibatkan sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sosial. Dalam program PKKH tersebut terdapat pendataan terhadap rakyat miskin yang diperbaharui setiap tahun, mereka yang sudah tidak memenuhi kriteria rakyat miskin dikeluarkan dari data ini, “tahun lalu terdapat 201 keluarga yang dikeluarkan dari data ini”, kata Nasrul Abit.. Ketegasan terhadap data rakyat miskin tersebut yang tidak terdapat dalam penyaluran dana BLT, aparatur pemerintahan paling bawah tidak berani melakukan perubahan data-data kemiskinan yang berbeda dari hasil sensus penduduk tahun 2005.

Rakyat yang tidak terdata dari hasil sensus 2005 untuk masa jangka waktu 5 tahun ke depan (2010) selamanya tidak tercatat dalam pendataan tersebut, aparatur pemerintahan tidak berani berbeda pendapat tentang data kemiskinan antara data hasil sensus resmi yang tercantum dalam BPS dengan data sesus kemiskinan yang nyata berkembang dalam masyarakat. Ketidakberanian tersebut terecermin dari ketidakberani aparatur pemerintahan dari menghadapi tunututan pengakuan sebagai rakyat miskin dalam memperoleh dana BLT tersebut, unsur nepotsime berdasarkan kedekatan hubungan antara sasaran penerima bantuan pengentasan kemiskinan dengan aparatur pemereintah yang mencatat data kemiskinan merupakan faktor lain yang mengurangi efektifitas BLT.

KPPH yang menjadi program kebijaksanaan pengentasan kemiskinan di Kab. Pesisir Selatan merupakan hasil hasil kajian terpadu dari berbagai lintas disiplin, seperti kajian ekonomi, sosiologi dan lingkungan alam yang dinyatakan oleh seorang dekan dalam lingkungan Universitas Andalas sebagai hasil kajian dari beberapa tim ahli di Universitas Andalas. Stretaegi ini menggunakan pemebeerian modal untuk membuka lapangan kerja bagi rkayat miskin, perbaikan rumah yang tidak layak huni, pelayanan pendidikan gratis sampai SLTA, serta pelayanban kesehatan gratis terhadap warga masyarakat yang dikategorikan miskin Melalui ketepatan dalam mencari sasaran pemberdayaan serta pola yang digunakan dalam mengentaskan kemiskinan ini, maka pola KPPH ini bisa menghemat angka triliunan rupiah yang dikucurkan oleh pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan ini, strategi ini menurut Nasrul Abit Bupati Pessel telah mengurangi angka kemiskinan di wilayah tersebut dari 42.000 keluarga menjadi 35.000 warga pada tahun 2007. (***)



No comments: