Sunday, June 22, 2008

Prospek Pengembangan Pariwisata Kabupaten Limapuluh Kota
Senin, 23 Juni 2008
Oleh: Tamrin Kiram, Koordinator Program Studi Non-Reguler Ilmu Politik, Fisip, Unand
Meskipun sudah terdapat rapat koordinasi tentang prencaan pengembangan pariwisata di antara beberpa Daerah Tingkat II di Sumbar, tetapi gagsan-gagasan bagus yang muncul dalam rapat koordinasi tersebut kurang didukung oleh kemampuan implementasi terhadap gagasan-gagasan tersebut.

Kebijakan yang muncul dari pengembangan pariwisata tersebut menurut Amri Darwis, Bupati Kabupaten 50 Kota dalam lecturer series lustrum Fisip Unand ke 15 13 Juni 2008 adalah kebijakan yang bersifat sepihak (parsial). Salah satu kebijakan bentuk kebijakan parsial tersebut adalah pemasaran produk kabupaten 50 Kota lebih banyak dilakukan di propinsi Riau dan Jambi daripada daerah lain di sekitar Symatera Barat.

Sebagai daerah penghasil ternak unggas dan telur paling besar di Sumatera Barat, harga yang dijual kepada konsumen lebih besar daripada harga yang yang dibeli oleh para pedagang dari peternak. Pengolahan telur menjadi produk olahan yang dijual kepada konsumen di Jambi 80 persen lebih besar dari harga telur yang dibeli dari peternak, keberhasilan produsen di Jambi untuk mengolah telur yang dibeli dari Kabupaten 50 Kota menjadi produk olahan meningkatkan nilai jual telur tersebut. Untuk meningkatkan multiflier effect kebijakan Pariwisata maka dilakukan berbagai penyuluhan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat dalam mengolah kerajinan menjadi komoditi bisa meningkatkan harga bahan jadi produk yang dihasilkan masyarakat.

Gelamai Payakumbuh sebagai produk spesifik Kabupaten 50 Kota akan dirancang untuk dibungkus dengan daun karisiak (daun kering), agar bisa menarik wisatawan untuk membeli produk tersebut daripada dibungkus dengan plastik yang kurang hyegenis. Konsep back to nature (lembali kepada alam) merupakan konsep pariwisata modern yang mendukung kemasan alamiah tersebut, salah satu potensi wisata alam tersebut adalah pegembangan kawasan lembah Harau untuk menjadi arena even internasional panjat tebing (rock climbing) yang direncanakan digelar Agustus 2008. Pengembangan pariwisata menurut Ahmad Nidzam Sulaiman, professor tamu University Kebangsaan Malaysia (UKM) yang hadir dalam acara lecturer series tersebut lebih berhasil dilakuan melalui penyelenggaran even-even internasional yang diselenggarakan secara tahunan (annually).

Agenda tahunan lainnya yang dirancang oleh Pemda Kabupaten 50 Kota adalah Pacu Itik, hal sepsifik dari Pacu Itik tersebut menurut Kadinas Kabupaten 50 Kota adalah kharakteristik Itik itu sendiri. Itik yang dilatih dalam Pacu Itik tersebut memiliki ciri spesifik daripada itik biasa, itik tersebut mengetahui jarak 800 meter yang harus dilalauinya, dia tidak akan pernah melewati batas finish yang ditentukan serta berhenti tepat di garis batas fisnish, meskipun kemampuan terbangnya melebihi batas tersebut. Itik tersebut akan mencari jalur terbang memutar menghindari kerumunan orang, tetapi tetap berhenti di garis batas finish yang ditentukan.

Pengembangan bentuk spesifik lainnya dari prospek pengembangan pariwisata Kabupaten 50 Kota adalah menciptakan replika berbagai batuan menhir yang tersebar di Kabupaten 50 Kota, seperti Batu Telempong. Laranagan untuk memindahkan batu-batu menhir tersebut dari situs aslinya mendorong Pemda Kabupaten 50 Kota untuk membuat replika batu-batu menhir tersebut di kawasan Lembah Harau, pengembangan lembah Harau sebagai kawasan terpadu pariwisata ini saat ini juga mengadapi persoalan kewenangan pemilikan lahan tersebut antara Pemda Kodya dengan Pemda Kabupaten.

Persoalan lain yang menyangkut kewenangan dalam pengmebangan pariwasata tersebut adalah pembebasan lahan antara masyarakat dengan pihak Pemda di Peternakan Padang Mengatas. Jumlah bibit sapi unggulan yang diternakan di lahan ini saat ini hanya mencapi 50 ekor, kalangan investor dari Australia sebagaimana yang dijelaskan oleh Bupati telah bersedia untuk menanamkan investasi untuk pengembangan peternakan tersebut. Namun masyarakat setempat menolak melepaskan lahan mereka untuk pengembangan peternakan tersebut, berkeliarannya sapi-sapi bibit unggulan tersebut merupakan kekhawatiran yang muncul dari keterbatasan lahan peternakan ini.

Salah satu cara mengatasi keterbatasan lahan pengembangan indusrti pariwisata menurut Arizal, sosiolog fisip Unand adalah melalui konsep based coomunity development. Konsep ini lebih menitikberatkan kepada upaya bagi hasil antara masyarakat, investor dan Pemda dalam pengembangan sebuah kawasan atau lahan yang dimiliki masyarakat untuk menjadi areal industri atau kawasan pariwisata tertentu. Konsep based communcity development ini bisa meredam ketegangan antara masyarakat, negara dan investor yang selama ini menggunakan istilah pembebasan lahan untuk pengadaan kawasan industri atau pariwisata. (***)

No comments: