Friday, June 27, 2008

Komunikasi Politik Dalam Pelaksanaan Pilkada
Jumat, 27 Juni 2008
Oleh : Tamrin Kiram, Koordinator Program Studi Non-Reguler Ilmu Politik, Fisip, Unand
Berbeda dari pelaksanaan Pemilu legislatif maka pelaksanaan Pilkada prefeerensi politik rakyat sangat cair, pilihan-pilihan politik masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada mengalami fluktuasi ke arah yang berbeda dari pilihan politik Pemilu legislatif. Fenomena ini dapat dilihat dari kekalahan calon-calon yang diusung oleh Partai Golkar dalam pelaksanaan Pilkada di Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Jawa Barat. Figur politik yang diusung oleh masyarakat lebih menentukan kemenangan Pilkada dari ketiga daerah ini dibandingkan dengan figur politik yang diusung oleh partai politik.
Dalam pelaksanaan Pilkada berlaku diktum tidak mesti figur politik yang diusung oleh partai besar menang, serta tidak mesti figur politik yang diusung oleh partai politik kecil kalah dalam pelaksanaan Pilkada. Kemampuan partai politik dalam menjaring calon-calon yang menjadi figur politik masyarakat menentukan kemenangan dalam pelaksanaan Pilkada oleh partai politik, kemampuan tersebut sebagaimana yang dijelaskan oleh strategi Partai Golkar Kodya Padang yang disampaikan oleh Z. Panji Alam, wakil Ketua DPRD Kodya Padang diskusi bulanan laboratorium Ilmu Politik Fisip Unand adalah dengan menentapkan figur politik terpopuler versi lembaga riset.

Kemudian figur politik terpopuler versi lembaga riset ini ditindaklanjuti melalui riset internal yang dilakukan oleh Partai Golkar sendiri terhadap figur politik terpopuler dalam masyarakat, hasil komparasi dari riset internal Partai Golkat dengan hasil riset lembaga independen diluar Partai Golkar ini menjadi rekomendasi bagi Partai Golkar untuk memutuskan calon-calon yang diusung oleh Partai Golkar dalam pelaksanaan Pilkada. Namun kelemahan Partai Golkar dalam mengusung calon-calon yang diusung dalam pelaksanaan Pilkada tersebut adalah logika berfikir bahwa keberhasilan memimpin Partai Politik di suatu daerah merupakan indikasi terhadap poularitas ketokohan diri dalam masyarakat.

Calon yang diusung oleh Partai Golkar dalam pelaksanaan Pilkada Gubernur Jawa Tengah dari Ketua Partai Golkar Jawa Tengah merupakan bentuk kesalahan logika berfikir diatas, meskipun latar belakang pekerjaan sebagai anggota DPR-RI dan bidang jurnalis sebagai wartawan mendukung pengetahunan dan pengalaman dalam berhadapan dengan masyarakat, tetapi masyarakat Jawa Tengah lebih melihat pasangan Bibit Waluyo dan Rustianingsih yang diusung oleh PDI-P sebagai calon yang berasal dari masyarakat daripada calon Golkar.

Menurut Jusuf Kalla, Ketua Umum Partai Golkar koordinasi di antara elite partai politik antara kader yang diusung oleh daerah dengan pusat menjadi kelemahan dalam partai Golkar, meskipun tidak ada intervensi antara pengurus pusat dengan pengurus daerah dalam partai Golkar, tetapi koordinasi antara pengurus daerah dengan pengurus pusat dalam partai politik menentukan kemenangan calon yang diusung oleh partai politik dalam pelaksanaan Pilkada.

Koordinasi ini dapat dilihat dari pernyataan Megawati Ketua Umum PDI-P bahwa Jawa Tengah merupakan barometer kekuatan politik PDI-P, kekalahan PDI-P dalam pelaksanaan Pilkada di Jawa Tengah menentukan kemenangan partai politik tersebut dalam pelaksanaan Pemilu legislatif dan Pilpres mendatang. Koordinasi internal antara pengurus daerah dengan pengurus pusat dalam PDI-P merupakan bentuk kinerja partai politik yang mempengaharui kemenangan PDI-P dari Partai Golkar. Unsur demokrasi dalam bentuk kebebasan pengurus daerah dalam menentukan kebijakan yang berbeda dari pengurus pusat merupakan dilema yang dihadapi oleh partai Golkar dalam mengatur strategi kemenangan calon yang diusung oleh partai politik dalam pelaksanaan Pilkada.

Kebijakan yang ditentukan oleh pengurus daerah secara sepihak berdasarkan ketokohan partai politik merupakan indikasi ketokohan dalam masyarakat merupakan logika berfikir yang menyesatkan dalam pelaksanaan Pilkada, calon-calon yang diusung oleh partai besar dari pengurus partai itu sendiri dalam pelaksanaan Pilkada memberi pel;uang terhadap partai-partai kecil untuk memberi ruang kepada figur politik yang lebih dikenal masyarakat daripada figur politik yang lebih dikenal oleh partai politik dalam memenangkan sebuah pelaksanaan Pilkada.

Faktor sistem yang bekerja dalam mekanisme strategi kemennagan dalam pelaksanaan Pilkada lebih menentukan daripada faktor calon yang diunggulkan oleh partai politik. PDI-P dan PKS merupakan partai politik yang memiliki mekanisme politik yang lebih mengakar ke dalam masyarakat, penetapan calon yang diusung dalam pelaksanaan Pilkada diperkuat melalui meknisme politik yang bekerja pada akar rumput.

Strategi PKS dalam memenangkan pasangan Ahmad Herawan dan Dede Yusuf dalam pelaksanaan Pilkada di Jawa Barat adalah dengan mendatangi rumah-rumah penduduk, kampanye-kampanye politik yang dilakukan oleh Bibit Waluyo yang diusung oleh PDI-P melalui pertemuan rakyat kecil di pasar-pasar serta komunikasi politik yang dijalani intensif oleh wakilnya calon Rustiningsih melalui acara “Selamat Pagi” Radio Pemda Kebumen yang dimilikinya ternyata lebih efektif daripada iklan yang ditayangkan melalui sarana audio visual pada media nasional.

Unsur komunikasi politik dalam bentuk penguasaan sarana komunikasi politik masyarakat merupakan strategi politik yang lebih menentukan kemenangan partai politik kecil daripada partai politik besar yang lebih mengusung unsur ketokohan partai politik daripada dalam bentuk faktor segmen apa dan media apa yang digunakan dalam kampanye politik. (***)

No comments: